A. Masalah
Lingkungan Dalam Pembangunan Industri
Jika kita
ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan
kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan
hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau
memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan
sebaik-baiknya.
Memang
manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara
hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar
dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya
dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup
yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk
mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan
demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap
“survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga
kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat
kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi
sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah
kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya.
Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari
permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat
ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
- Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya
inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini,
pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan
pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari
berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya
dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa
manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi
memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api,
industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu
menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain
yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek
“rumah kaca”.
Teknologi
yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu
meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk
yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang
sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu
loncat.
Teknologi
juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan
berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es
dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti
nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses
tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer
yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di
stratosfer.
Teknologi
memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan
kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan
berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak
hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis
fauna yang langka.
Bahkan
akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi
oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen
informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet
yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik
pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi
sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh
negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh
menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
B.
Keracunan Bahan Logam / Metaloid pada Industrialisasi
Banyak
pekerja yang dalam melakukan kegiatan pekerjaannya rentan terhadap bahaya bahan
beracun. Terutama para pekerja yang bersentuhan secara langsung maupun tidak
langsung dengan bahan beracun. Bahan beracun dalam industri dapat dikelompokkan
dalam beberapa golongan, yaitu: (1) senyawa logam dan metalloid, (2) bahan
pelarut, (3) gas beracun, (4) bahan karsinogenik, (5) pestisida.
Suatu bahan
atau zat dinyatakan sebagai racun apabila zat tersebut menyebabkan efek yang
merugikan pada yang menggunakannya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan
keterangan sebagai berikut. Pertama, suatu bahan atau zat, termasuk obat, dapat
dikatakan sebagai racun apabila menyebabkan efek yang tidak seharusnya,
misalnya pemakaian obat yang melebihi dosis yang diperbolehkan. Kedua, suatu
bahan atau zat, walaupun secara ilmiah dikategorikan sebagai bahan beracun,
tetapi dapat dianggap bukan racun bila konsentrasi bahan tersebut di dalam
tubuh belum mencapai batas atas kemampuan manusia untuk mentoleransi. Ketiga,
kerja obat yang tidak memiliki sangkut paut dengan indikasi obat yang
sesungguhnya dianggap sebagai kerja racun.
Bahan atau
zat beracun pada umumnya dimasukkan sebagai bahan kimia beracun, yaitu bahan
kimia yang dalam jumlah kecil dapat menimbulkan keracunan pada manusia atau
makhluk hidup lainnya. Pada umumnya bahan beracun, terutama yang berbentuk gas,
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan dan kemudian beredar ke seluruh
tubuh atau menuju organ tubuh tertentu.
Bahan
beracun tersebut dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu seperti hati,
paru-paru dan lainnya, tetapi zat beracun tersebut juga dapat berakumulasi
dalam tulang, darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan menghasilkan efek
kesehatan dalam jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari dalam tubuh dapat
melalui urine, saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
Klasifikasi Toksisitas
Untuk
mengetahui apakah suatu bahan atau zat dapat dikategorikan sebagai bahan yang
beracun (toksik), maka perlu diketahui lebih dahulu kadar toksisitasnya.
Menurut Achadi Budi Cahyono dalam buku “Keselamatan Kerja Bahan Kimia di
Industri” (2004), toksisitas adalah ukuran relatif derajat racun antara satu
bahan kimia terhadap bahan kimia lainnya pada organism yang sama. Sedangkan
Depnaker (1988) menyatakan bahwa toksisitas adalah kemampuan suatu zat untuk
menimbulkan kerusakan pada organism hidup.
Kadar racun suatu zat danyatakan
sebagai Lethal Dose-50 (LD-50), yaitu dosis suatu zat yang dinyatakan dalam
milligram bahan per kilogram berat badan, yang dapat menyebabkan kematian pada
50% binatan percobaan dari suatu kelompok spesies yang sama.
Selain LD-50 juga dikenal istilah
LC-50 (Lethal Concentration-50), yaitu kadar atau konsentrasi suatu zat yang
dinyatakan dalam milligram bahan per meter kubik udara (part per million/ppm),
yang dapat menyebabkan 50% kematian pada binatang percobaan dari suatu kelompok
spesies setelah binatang percobaan tersebut terpapar dalam waktu tertentu.
Efek dan Proses Fisiologis
Efek toksik
akut berkolerasi secara langsung dengan absorpsi zat beracun. Sedangkan efek
toksik kronis akan terjadi apabila zat beracun dalam jumlah kecil diabsorpsi
dalam waktu lama yang apabila terakumulasi akan menyebabkan efek toksik yang
baru.
Secara fisiologis proses masuknya
bahan beracun ke dalam tubuh manusia atau makhluk hidup lainnya melalui
beberapa cara, yaitu: (1) Inhalasi (pernapasan), (2) Tertelan, (3) Melalui
kulit. Bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh tersebut pada akhirnya masuk ke
organ tubuh tertentu melalui peredaran darah secara sistemik.
Organ tubuh yang terkena racun di
antaranya adalah paru-paru, hati, susunan syaraf pusat, sumsum tulang belakang,
ginjal, kulit, susunan syaraf tepi, dan darah. Organ tubuh yang sangat penting
tersebut akan dapat mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya jika terkena racun.
Pertolongan Korban
Apabila di
suatu indutri terdapat pekerja yang menjadi korban terkena bahan beracun, maka
perlu segera dilakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), yang secara
garis besar sebagai berikut:
- Apabila bahan beracun terhirup maka korban segera
dibawa ke lingkungan yang berudara bersih.
- Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata
korban segera dicuci dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus
selama 5 – 10 menit.
- Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan
konsentrasi zat beracun dengan cara adsorpsi.
- Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran
racun.
- Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan
mengadsorpsi asam atau basa kuat dan fenol.
- Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka
dapat diberikan garam laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis)
yang akan merangsang peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai
efek osmotik akan memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
- Jika keracunan sudah agak lama maka korban dibuat
muntah untuk mengosongkan lambung, dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur)
hangat. Tetapi hal ini tidak diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan
atau keracunan deterjen, bensin, BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
- Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.
Dengan lebih
mewaspadai bahaya bahan beracun yang ada di sekitarnya, diharapkan para pekerja
dapat terhindar dari bahaya keracunan bahan beracun tersebut. Dan dengan
mengetahui langkah pertolongan pertama pada kecelakaan diharapkan korban yang
terkena bahan beracun dapat diselamatkan dari bahaya yang tidak diinginkan.
C.
Keracunan Bahan Organis Pada Industrialisasi
Pencemaran terjadi akibat bahan
beracun dan berbahaya dalam limbah lepas masuk lingkungan hingga terjadi
perubahan kualitas lingkungan, Sumber bahan beracun dan berbahaya dapat
diklasifikasikan:
1. Industri kimia organik maupun
anorganik
2. Penggunaan bahan beracun dan
berbahaya sebagai bahan baku atau bahan penolong
3. Peristiwa kimia-fisika, biologi
dalam pabrik.
Lingkungan sebagai badan penerima
akan menyerap bahan tersebut sesuai dengan kemampuan. Sebagai badan penerima
adalah udara, permukaan tanah, air sungai, danau dan lautan yang masing masing
mempunyai karakteristik berbeda.
Air di suatu waktu dan tempat
tertentu berbeda karakteristiknya dengan air pada tempat yang sama dengan waktu
yang berbeda, Air berbeda karakteristiknya akibat peristiwa alami serta
pengaruh faktor lain. Kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena
interaksi pengaruh luar disebut daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan
antara tempat satu dengan tempat yang lain berbeda, Komponen lingkungan dan
faktor yang mempengaruhinya turut menetapkan nilai daya dukung. Bahan pencemar
yang masuk ke dalam lingkungan akan bereaksi dengan satu atau lebih komponen
lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan biologis
sebagai akibat dari bahan pencemar, membawa perubahan nilai lingkungan yang
disebut perubahan kualitas.
Limbah yang mengandung bahan
pencemar akan mengubah kualitas lingkungan bila lingkungan tersebut tidak mampu
memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya, Oleh karena
itu penting diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung.
Pada beberapa daerah di Indonesia sudah ditetapkan nilai kualitas limbah air
dan udara. Namun baru sebagian kecil. Sedangkan kualitas lingkungan belum
ditetapkan. Perlunya penetapan kualitas lingkungan mengingat program
industrialisasi sebagai salah satu sektor yang memerankan andil besar terhadap
perekonomian dan kemakmuran bagi suatu bangsa. Penggunaan air yang berlebihan,
sistem pembuangan yang belum memenuhi syarat, karyawan yang tidak terampil,
adalah faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengidentifikasikan sumber
pencemar.
Produk akhir, seperti pembungkusan,
pengamanan tabung dan kotak, sistem pengangkutan, penyimpanan, pemakaian dengan
aturan dan persyaratan yang tidak memenuhi ketentuan merupakan sumber pencemar
juga.
D. Perlindungan
Masyarakat Sekitar Terhadap Perusahaan Industri
Organisasi dan industri dituntut
untuk meningkatkan pertanggungjawaban terhadap konservasi lingkungan.
Berdasarkan kondisi ini, maka tuntutan peraturan dunia terhadap
pertanggungjawaban organisasi dan industri dalam pengelolaan lingkungan menjadi
meningkat. Konservasi lingkungan telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara
maju yang secara sadar melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan
dilaksanakan sejak dini untuk meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan,
maka berdasarkana kesepakatan international pada tahun 1996 International Organization for
Standardization meluncurkan suatu standard untuk mengelola lingkungan secara professional di
dalam organisasi dan industri, standard tersebut disebut Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001:1996. Namun melihat perkembangan industri
dewasa ini, pada tahun 2003 dilakukan revisi terhadap system tersebut
dan diluncurkan pada tahun 2004. Standard tersebut untuk selanjutnya
disebut ISO 14001:2004.
ISO 14001:2004dibangun atas dasar
elemen – elemen yang menetapkan :
1. Spesifikasi aspect dan dampak
lingkungan
2. Prosedur dan instruksi kerja yang
akurat
3. Proses yang konsisten
4. Kesesuaian dengan tujuan dan
target organisasi dalam meningkatkan kinerja lingkungan
5. Minimasi limbah
6. Keterkaitan dengan peraturan dan
perundangan
7. Konsistensi hasil, kejujuran
penerapan dan deskripsi produk yang cermat
8. Evaluasi kinerja
9. Kesehatan dan keselamatan pekerja
10. Komunikasi ke pihak – pihak
terkait perlindungan lingkungan
ISO 14001:2004adalah sistem manajemen yang dinamis, dimana dapat
diterapkan bersama system manajemen mutu ISO 9001dan dapat
disesuaikan dengan dengan perubahan organisasi dan industri, perubahan
peraturan / perundangan yang berlaku maupun perubahan ilmu dan teknologi.
E. Analisis
Dampak Lingkungan Perusahaan Industri
AMDAL adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
-
Dasar hukum AMDAL
Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP
No.27/ 1999 yang di dukung oleh paket keputusan menteri lingkungan hidup
tentang jenis usaha dan/ atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dan
keputusan kepala BAPEDAL tentang pedoman penentuan dampak besar dan penting.
-
Tujuan dan sasaran AMDAL
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah
untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara
berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Dengan melalui studi AMDAL
diharapkan usah dan / atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan dan
mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimumkan dampak negatip dan
memaksimalkan dampak positip terhadap lingkungan hidup.
-
Tanggung jawab pelaksanaan AMDAL
Secara umum yang bertanggung jawab
terhadap koordinasi proses pelaksanaan AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan).
-
Mulainya studi AMDAL
AMDAL merupakan bagian dari studi
kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Sesuai dengan PP No./ 1999
maka AMDAL merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan ijin
melakukan usaha dan / atau kegiatan . Oleh karenya AMDAL harus disusun segera
setelah jelas alternatif lokasi usaha dan /atau kegiatan nya serta alternatif
teknologi yang akan di gunakan.
-
AMDAL dan perijinan.
Agar supaya pelaksanaan AMDAL
berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan , pengawasannya
dikaitkan dengan mekanisme perijinan rencana usaha atau kegiatan. Berdasarkan
PP no.27/ 1999 suatu ijin untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan baru akan
diberikan bila hasil dari studi AMDAL menyatakan bahwa rencana usaha dan/ atau
kegiatan tersebut layak lingkungan. Ketentuan dalam RKL/ RPL menjadi bagian
dari ketentuan ijin.
Pasal 22 PP/ 1999 mengatur bahwa
instansi yan bertanggung jawab (Bapedal atau Gubernur) memberikan keputusan
tidak layak lingkungan apabila hasil penilaian Komisi menyimpulkan tidak layak
lingkungan. Keputusan tidak layak lingkungan harus diikuti oleh instansi yang
berwenang menerbitkan ijin usaha. Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan
ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang
berwenang tersebut dapat menjadi obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah
saatnya sistem hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada
masyarakat umum , tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak
melaksanakan perintah Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi
pidana.
Prosedur penyusunan AMDAL :
Secara garis besar proses AMDAL
mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi dampak dari
rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan
merumuskan arahan RKL/RPL.
Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat)
rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis
Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan
(ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL)
Pendekatan Studi AMDAL
Dalam rangka untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana
usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi AMDAL sebagai
berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan
Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan
Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL
Kegiatan Dalam Kawasan
Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL
pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusun AMDAL. Anggota penyusun
( minimal koordinator pelaksana) harus bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B).
Sedangkan anggota penyusun lainnya adalah para ahli di bidangnya yang sesuai
dengan bidang kegiatan yang di studi.
Peran serta masyarakat
Semua kegiatan dan /atau usaha yang
wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib mengumumkan terlebih dulu kepada masyarakat
sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL. Yaitu pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08
tahun 2000 tentang Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam
proses AMDAL. Dalam jangka waktu 30 hari sejak diumumkan , masyarakat berhak
memberikan saran, pendapat dan tanggapan. Dalam proses pembuatan AMDAL peran
masyarakat tetap diperlukan . Dengan dipertimbangkannya dan dikajinya saran,
pendapat dan tanggapan masyarakat dalam studi AMDAL. Pada proses penilaian
AMDAL dalam KOMISI PENILAI AMDAL maka saran, pendapat dan tanggapan
masyarakat akan menjadi dasar pertimbangan penetapan kelayakan lingkungan suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan.
Sebuah
pembangunan fisik yang dilakukan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta
harusnya benar-benar memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
dari pembangunan itu. Tidak bisa dinafikkan bahwa pembangunan terutama dalam
sektor industri akan meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang
ditunjukkan dengan terbukanya lapangan pekerjaan.
Dalam
bukunya Wahyu Widowati,dkk. “Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran”, perkembangan ekonomi menitikberatkan pada pembangunan sektor
industri. Disatu sisi, pembangunan akan meningkatkan kualitas hidup manusia
dengan meningkatnya pendapatan masyarakat atau daerah. Disisi lain, pembangunan
juga bisa berefek buruk terhadap lingkungan akibat pencemaran dari limbah
industri yang bisa menurunkan kesehatan masyarakat dan efek yang ditimbulkan
dari pembangunan terhadap lingkungan disekitarnya.
Dengan
ditingkatkannya sektor industri di Bangka Belitung nantinya diharapkan taraf
hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan tetapi, disamping
tujuan-tujuan tersebut maka dengan munculnya berbagai industri serta
pembangunan berskala besar di Bangka Belitung ini perlu dipikirkan juga efek
sampingnya berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid
wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes).
Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun
satu persatu sesuai proses yang ada di perusahaannya.
Sugiharto,
dalam buku “Dasar-Dasar Pengolahan Limbah” menyebutkan bahwa efek samping dari
limbah tersebut antara lain dapat berupa: pertama, membahayakan kesehatan
manusia karena dapat membawa suatu penyakit (sebagai vehicle), kedua, merugikan
segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun
tanam-tanaman dan peternakan, lalu dapat merusak atau membunuh kehidupan yang
ada di dalam air seperti ikan, dan binatang peliharaan lainnya. Selanjutnya
efek sampingnya adalah dapat merusak keindahan (estetika), karena bau busuk dan
pemandangan yang tidak sedap dipandang.
Selama ini
bahaya limbah yang dihasilkan oleh sebuah industri dan pembangunan tidak kita
sadari. Bangka Belitung contohnya, pembangunan dan industri yang dilakukan sama
sekali tidak layak dalam hal amdalnya. Banyak bangunan dan industri di Bangka
Belitung ini yang tidak tahu kemana limbah industri itu dibuang. Sebenarnya,
jika berbicara limbah maka bukan saja hanya dihasilkan oleh industri namun juga
ada limbah rumah tangga tapi mungkin bahaya yang ditimbulkan tidak seriskan
limbah industri.
Sadarkah
kita bahwa ternyata, kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan oleh
pertambangan semata tetapi pencemaran limbah juga akan berdampak pada kerusakan
lingkungan bahkan akan membawa efek buruk bagi kehidupan manusia. Ketidaktahuan
kita akan informasi bahaya limbah itu menjadikan penyadaran itu tidak muncul. Sebenarnya,
tanpa disadari bahwa efek negatif yang kita rasakan dalam kehidupan kita
seperti tercemarnya air bersih dan timbulnya beberapa penyakit seperti
gatal-gatal, alergi dan iritasi itu disebabkan oleh pencemaran limbah yang
tidak kita sadari.
Berdasarkan
pertimbangan diatas, perlu kiranya diperhatikan efek samping yang akan
ditimbulkan oleh adanya suatu industri atau pembangunan sebelum mulai
beroperasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan juga apakah industri dan
pembangunan tersebut menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak dan perlu
juga dipertanyakan tempat pembuangan limbah yang dihasilkan dari perusahaan
tersebut.
Sehingga
segera dapat ditetapkan perlu tidaknya disediakan bangunan pengolahan air
limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan. Air limbah suatu
industri baru diperbolehkan dibuang kebadan-badan air apabila telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selama ini hal tersebut
tidak pernah dilakukan bahkan bukan menjadi perhatian yang penting. Padahal sebenarnya
sebuah industri dan pembangunan terutama sekali yang dipertanyakan adalah
tempat pembuangan limbahnya.
Apabila
peraturan yang ada ditaati oleh semua pihak, maka kecemasan dan kekhawatiran
pastinya akan terbendung. Kenyataannya, sampai detik ini ada beberapa kasus
pembangunan yang dilakukan di Bangka Belitung terkait permasalahan amdalnya
tidak jelas. Ini merupakan sebuah bukti betapa tidak ada kepedulian yang muncul
karena dinilai belum menimbulkan efek dan dampak yang berarti bagi kehidupan
masyarakat.
Sangat disayangkan bahwa tipikal
masyarakat Bangka Belitung tidak jauh dari tipikal masyarakat Indonesia pada
umumnya. Kesadaran baru akan muncul ketika adanya sebuah permasalahan. Artinya,
tidak akan ada aksi sebelum ada reaksi. Tidak ada tindakan sebelum merasakan
akibatnya. Kesadaran masyarakat akan bahaya limbah mungkin memang belum
terlihat. Inilah yang menjadi penyebab acuhnya masyarakat, selain belum ada
efek yang terlihat secara signifikan juga ditambah dengan keterbatasan
masyarakat akan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran
akibat limbah.Satu hal yang ditunggu oleh masyarakat Bangka Belitung, adanya
upaya untuk membuat tempat pengolahan limbah secara signifikan. Inovasi dan
kreasi itu sebenarnya sudah lebih dulu dilakukan oleh beberapa daerah di
Indonesia. Namun belum terlihat di Bangka Belitung.
Diharapnya limbah yang tadinya
merupakan buangan dari sebuah industri atau pembangunan akan menghasilkan nilai
positif yang bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat. Ada banyak cara yang
bisa ditiru dan diadopsi untuk menangani persoalan limbah.Lakukan sebuah upaya
untuk mencegah kekhawatiran dan kecemasan itu sebelum semuanya menjadi
terlambat. Jangan menunggu timbulnya permasalahan dulu baru melakukan sebuah
tindakan atau aksi. Namun mulailah melakukan pencegahan itu lebih awal sebelum
bahaya itu datang. Semoga dapat dipahami.
F. Pertumbuhan
Ekonomi dan Lingkungan Hidup Terhadap Pembangunan Industri
Kawasan di sepanjang Jalan Raya
Bogor meliputi, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan
Sukmajaya merupakan wilayah lokasi industri yang tumbuh dan berkembang secara
alamiah (artinya pada awalnya tidak ada campur tangan pemerintah) dan merupakan
limpahan dari ketidaksiapan infrastruktur pada kawasan industri Pulogadung.
Pesatnya pembangunan industri di daerah sepanjang JalanRaya Bogor akhirnya
mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Penataan ruang di koridor Jalan Raya Bogor tersebut hingga tahun 2005 (pada
wilayah penelitian) diperuntukkan sebagai kawasan
industri yang tidak mencemari
lingkungan hidup. Lingkungan industri di koridor Jalan Raya Bogor dibatasi
salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga kerja pada industri
menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang tercermin pada
pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala sedang adalah
pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam industri yang
jumlahnya antara 20-300 orang. Tipologi
industri ini yang jumlahnya 100 atau
56,5 % dari total industri yang ada dan tersebar di sepanjang koridor Jalan
Raya Bogor (Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis dan Sukmajaya).
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
(1) untuk mengetahui pola keruangan
(spasial) persebaran industri sedang;
(2) untuk mengetahui tenaga kerja
industri sedang pada masyarakat menetap; dan
(3) untuk mengetahui hubungan
industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja industri
yang menetap di wilayah penelitian;
Adapun hipotesis kerja penelitian,
adalah:
- pola persebaran industri sedang mengikuti pola tata
ruang.
- terdapat hubungan antara industri sedang dengan
lingkungan sosialekonomi masyarakat pekerja industry yang menetap di
sepanjang Jalan Raya Bogor.
Pada penelitian ini dilakukan
penghitungan skala T (indeks tetangga terdekat), prosentasi penyerapan tenaga
kerja lokal untuk industri, dan derajat kekuatan hubungan antara variabel bebas
(lingkungan social masyarakat pekerja pabrik) dan variabel terikat (industri
sedang). Pengujian dilakukan dengan metode statistik koefisien korelasi
kontigensi menggunakan software SPSS versi +98 for windows, yang dilanjutkan
dengan pembobotan skoring dari masing-masing variabel lingkungan sosial
(tingkat pendidikan, pendapatan/salary dan kualitas permukiman) terhadap
industri sedangnya. Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
- Lokasi industri skala sedang di wilayah penelitian,
terdapat di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Tugu, Mekarsari,
Cisalak Pasar, Curug, Sukamaju Baru, Jatijajar, Cilangkap, Cisalak, dan
Sukamaju dengan pola keruang/spasial persebaran industrinya di sepanjang
Jalan Raya Bogor mengikuti pola penataan ruang yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Kodya Jakarta Timur dan Kota Depok. Berdasarkan hasil
perhitungan analysis tetangga terdekat (nearness neighborhood analysis),
adalah sebagai berikut:
- a) pola keruangan
persebaran industrinya yang mengelompok (cluster pattern) dengan nilai
indeks skala T (0 – 0,7), terdapat di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar,
Cilangkap, dan Cisalak;
- b) pola keruangan
persebaran industrinya yang tidak merata/acak (random pattern) dengan
nilai indeks skala T (0,7 – 1,4), terdapat di wilayah Kelurahan Tugu,
Mekarsari, Sukamaju Baru, dan Jatijajar;
- c) pola keruangan
persebaran industrinya yang merata (dispersed pattern/uniform) dengan
nilai indeks skala T (1,4 – 2,1491), terdapat di wilayah Kelurahan
Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug dan Sukamaju.
- Tenaga kerja lokal yang terserap pada kegiatan industri
berdasarkan pada tingkat pendidikan, adalah sebagai berikut: tingkat
pendidikan menengah (SLTP/Sederajat dan SMU/Sederajat) 62,04%, tingkat
pendidikan rendah (SD/Sederajat) dan tinggi (D3 dan SI), tingkat
pendidikan sangat rendah atau tidak sekolah mempunyai jumlah yang relatif
sedikit 2,81% dari jumlah total respoden pekerja industry.
- Hubungan antara industri sedang dengan lingkungan
sosial-ekonomi masyarakat pekerja industrinya yang menetap di wilayah
penelitan, dirinci berdasarkan variabel tingkat pendidikan, pendapatan
(salary) dan kualitas permukiman, dengan kondisi :
- a) Wilayah Kelurahan
Susukan, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Jatijajar, Cilangkap, dan Cisalak
mempunyai nilai total skoring pembobotan lebih dari sama dengan 7, yang berarti
bahwa pada wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan variabel yang kuat
dan positif antara tipologi lingkungan industry dengan tipologi lingkungan
sosial masyarakat pekerja industrinya.
- b) Pada wilayah kelurahan
lainnya, seperti Ciracas, Pekayon, Curug, Sukamaju Baru, dan Sukamaju
memiliki nilai total skoring pembobotan kurang dari 7, yang berarti bahwa
wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan yang agak kuat dan positif
antara tipologi lingkungan industri dengan lingkungan social masyarakat
pekerja industrinya.
Kesimpulan dan Saran
Dalam pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan,
pengolahan dan penggunaanya harus hati-hati dan seefisien mungkin. Harus tetap
diingat bahwa generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan
pertambangan
ini.Dan diusahakan dalam
pengelolaanya tingkat kecelakaannya harus dihindarkan dan diperhatikan lagi
seperti memakai pakaian pelindung saat bekerja dalam pertambangan seperti topi.
Pembangunan berwawasan lingkungan adalah
pembangunan berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan
sumber daya manusia dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan kemampuan
sumber daya alam untuk menopangnya.Tujuan pembangunan berkelanjutan yang
bermutu adalah tercapainya standar kesejahteraan hidup manusia dunia akhirat
yang layak, cukup sandang, pangan, papan, pendidikan bagi anak-anaknya,
kesehatan yang baik, lapangan kerja yang diperlukan, keamanan dan kebebasan berpolitik,
kebebasan dari ketakutan dan tindak kekerasan, dan kebebasan untuk menggunakan
hak-haknya sebagai warga negara. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai
dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber daya
yang diperlukan.
Aktivitas pembangunan secara umum dapat menimbulkan
dampak pada lingkungan. Dampak ini bisa positif atau pun negatif. Dampak
positif akan menguntungkan pembangunan nasional, sementara dampak negatif
menimbulkan resiko bagi lingkungan. Dampak negatif tersebut dapat dikategorikan
menjadi fisik dan non-fisik termasuk sosio-ekonomi.Manajemen lingkungan yang
terpadu terhadap penanggulangan dampak lingkungan dari aktivitas pembangunan
merupakan upaya untuk mencegah dan atau mengurangi dampak negatif yang timbul.
Di masa datang diharapkan tumbuhnya kesadaran dari
setiap individu terhadap lingkungan dalam melaksanakan aktivitas pembangunan,
sehingga lingkungan atau sumber daya dapat dimanfaatkan dan dijaga dengan
sebaik-baiknya bagi kemakmuran umat manusia.